SAYA JUGA MANUSIA?
Terik
matahari tak membuatnya harus terhenti berjalan dan menyapa setiap orang yang dijumpainya dengan penuh
keramahan. Senyum yang mengembang ungkapan keramahan penuh kelaparan.
Mengarungi kehidupan yang keras memaksanya hidup dijalanan. Namun, tak
membuatnya rentan putus asa atau pun mengeluh kepada Sang Pencipta. Kehidupan
yang hanya dipandang sebelah mata oleh setiap manusia yang tak memiliki
kesadaran. Penuh kehinaan karena harus meminta-minta di jalanan demi sesuap
nasi. Usia yang sudah sangat tua,
setapak demi tapak ia ayunkan kaki dari barat ketimur dan sebaliknya. Makian
juga sering di dapat karena kehadirannya sebagai manusia pengganggu. “Saya juga
manusia” jerit Pak Warjo dalam hati.
Siang
itu, hujan turun sangat derasnya. Membasahi bumi sebagai karunia dari Tuhan
sebagai rezeki bagi manusia. Tidak banyak yang paham akan hal itu hanya sedikit
yang mau mengucapkan syukur. Pak Warjo pun bergegas lari mencari tempat untuk
berteduh. Ia pun berteduh di emperan kantor yang mewah, kebetulah ia
melewatinya, tanpa pikir panjang Pak Warjo langsung berlari demi melindungi
dirinya dari kebasahan karena hujan.
“Alhamdulillah
bisa berteduh juga”Gumam Pak Warjo dalam hati
Merasa
terganggu dengan kehadiran Pak Warjo yang hanya menumpang berteduh
sebentar membuat penjaga rela mengusir
Pak Warjo tanpa rasa kemanusiaan.
“Eh
pergi pergi sana pergi!!!”
“Maaf
Pak petugas, Saya boleh ya berteduh disini sebentar, sambil menunggu hujan
redah?”
“Tidak
boleh, kalau Bapak ada disini akan mengganggu keindahan kantor ini! Apa Bapak
tidak bisa melihat kantor ini bernuansa elite. Tempat kerjanya orang-orang yang
berkelas. Kalau Bapak ada disini akan mengganggu orang-orang yang akan datang
ke kantor ini. sebaiknya Bapak pergi!!!!” Petugas mengusir Pak Warjo tanpa
perasaan.
Tidak
ada pilihan lain, mengelak pun tak bisa. Memelas pun juga tak berguna bila
sudah berhadapan dengan orang yang tak punya hati nurani.
“Baik
Pak saya pergi?” Ucap Pak Warjo dengan
pelan
“Ya Allah..sebegitu
hinakah saya dimata manusia yang sesama para hamba-Mu..? kenapa saya begitu
dikucilkan dan dipandang sangat rendah. Saya juga manusia ya Allah..yang Engkau
ciptakan dengan kedua tangan-Mu sendiri.” Doa Pak Warjo
dalam hati. Ia pun berjalan ditengah turunnya hujan. Menikmati karunia Tuhan
dengan tangisan karena dipandang sebelah mata oleh setiap orang yang
dijumpainya. Tiba-tiba Pak Warjo melewati sebuah masjid, seketika Pak Warjo
melihat ke atas langit sembari berkata “Ya
Allah izinkan saya berteduh di rumah-Mu, dan jangan usir saya ya Allah seperti
mereka yang telah mengusir saya!” Pak Warjo pun langsung berlari ke Masjid
Al-Ikhlas kebetulan dia juga belum shalat Ashar. Pak Warjo pun shalat lalu
berdoa.
“Ya Allah apalah arti dari kemewahan apabila
semua kekayaan itu tidak bisa di syukuri. Dan apakah arti dari kehormatan
apabila tidak bisa menghormati orang lain. Dan apalah arti dari kedudukan
apabila kedudukan itu tidak bisa menyantuni para fakir seperti saya? Padahal
mereka semua itu sama fakirnya seperti saya, bukankah semua itu didapat dari
kemurahan-Mu ya Allah? Mengapa mereka lupa dari mana asalnya? Semoga Engkau
mengampuni mereka dan mengampuni saya! Amin..”
“Amin,,”
Pak
Warjo terkejut ketika dari arah belakang ada yang meng-aminkan doanya.
“Siapa
kamu nak?” Tanya Pak Warjo
“Saya
hamba Allah Pak, kebetulan sedang berteduh disini dan dari tadi saya shalat di
belakang Bapak.?”
“Kok
saya tidak tahu.?” Tanya Pak Warjo heran
“Mungkin
Bapak khusuk menghadap Allah jadi tidak mengetahui ada saya di belakang Bapak.”
“Jadi,
tadi kamu mendengar doa-doa saya.?”
“Insya
Allah.” Jawab pemuda itu singkat
“Siapa
namamu nak.?
“Furqan.
Bapak?” Pemuda itu balik bertanya
“Saya
Pak Warjo.”
“Sepertinya
Bapak lagi bersedih? Maaf jika saya selalu bertanya?”
“Tidak
apa-apa nak? Justru Bapak senang ada yang mau mengajak Bapak berbicara, tanpa
rasa jijik dengan penampilan Bapak yang hanya seorang pengemis jalanan.
Berbadan bau, kumal.?” Jawab Bapak sambil melihat tulisan Allah dilangit-langit
Masjid Al-Ikhlas.
“Semua
manusia itu sama Pak dimata Allah, yang membedakan hanya akhlaknya saja. Bagi
saya Bapak punya kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada saya. Jadi, saya
harus menghormati Bapak dan akan sangat berdosa jika saya menghina Bapak.?”
Jawab pemuda itu tersenyum hangat
“Kenapa
kamu mengatakan kedudukan Bapak jauh lebih tinggi nak? Sedangkan kamu jauh
lebih baik daripada Bapak? Dari penampilanmu sepertinya kamu orang kaya, lalu
mengapa nak Furqan bisa mengatakan kalau kedudukan saya jauh lebih tinggi
daripada nak Furqan. Padahal secara nyata kedudukan nak Furqan yang lebih
tinggi.?” Jawab Pak Warjo keheranan
“Itukan
hanya dilihat dari mata duniawi Pak, bila dilihat dari mata Allah. Bapak jauh
lebih tinggi derajatnya, bahkan lebih kaya dari saya. Bapak mau tau kenapa?
“kenapa
nak?”
“Karena
Bapak kaya hati. Itu yang membuat saya berani mengatakan kalau Bapak jauh lebih
baik daripada saya. Bapak sudah makan?”
“Belum
nak. Hari ini Bapak belum dapat uang?” Jawab Pak Warjo memelas
“Ya
sudah, ayo makan sama saya?”
“Apa
kamu tidak malu nak mengajak Bapak makan bareng sama kamu, lihat penampilanmu
nak. Kamu memakai jas, baju rapi, orang kantoran, mobil mewah. Sedangkan Bapak
berbadan bau?”
“Itu
semua kan titipan Allah Pak bukan punya saya. Jadi, buat apa saya sombong
dengan kekayaan itu. Ada baiknya saya berbagi atas rezeki yang saya miliki.
Sebagai ungkapan syukur kita terhadap karunia yang diberikan. Ayo pak masuk ke
mobil saya?” Ajak pemuda itu dengan sangat ramah
“Rendah
hati sekali pemuda ini ya Allah, berkahilah dia.” Doa Pak Warjo dalam hati
15
menit kemudian Pak Warjo dan Furqan sampai ketempat tujuan, restaurant yang
sangat mewah dan berkelas. Pak Warjo pun terdiam.
“Ayo
Pak turun, kita makan?”
“Nak
apa ini tidak terlalu berlebihan, ini makanan tempat orang kaya nanti Bapak di
usir nak.?”
“Tidak
ada yang bisa mengusir Bapak selagi masih ada saya. Jadi, Bapak tenang saja?”
“Baiklah
nak, terimakasih atas kebaikan nak Furqan.”
“Iya
Pak sama-sama”
Lalu
mereka turun dan memasuki rumah makan yang membuat Pak Furqan tidak bisa
mengedipkan matanya. Karena baru pertama kali dalam seumur hidup dia masuk dan
bisa makan ditempat mewah dan berkelas. Mereka pun langsung memesan makanan,
semua makanan tersedia dimeja Pak Warjo dan Furqan. Furqan pun langsung
menawari Pak Warjo untuk segera dimakan. Lagi-lagi Pak Warjo terdiam termangu
dengan semua yang ada didepannya seakan mimpi saja baginya. Akhirnya Pak Warjo
pun makan setelah dilayani oleh Furqan sendiri. Usai makan Pak Warjo di ajak ke
kantor Furqan.
“Ayo
Pak ikut saya.!”
“Kemana
nak?” Tanya Pak Warjo bingung
“Ke
kantor saya Pak. Sekalian Bapak istirahat disana saja. Nanti Bapak ikut saya
pulang kerumah, Bapak jangan lagi hidup dijalanan. Bapak tinggal saja bersama
saya. Kebetulan saya sendirian dirumah dan hanya ada pembantu.”
“Loh
memang nak Furqan tidak punya orang tua lagi yah.?”
“Orang
tua saya sudah meninggal Pak, 3 tahun yang lalu. Meninggal kecelakaan pesawat
saat mau pulang ke Jakarta. Sekaran saya sendirian. Meneruskan usaha orang tua
saya. Bapak tidak keberatan kan tinggal sama saya. Anggap saja saya anak Bapak
sendiri begitu pun sebaliknya.”
Pak
warjo pun tidak bisa bilang apa-apa dia hanya mengangguk dan bergumam dalam
hati “Alangkah mulianya hati pemuda ini”. Mereka pun pergi ke kantor. Setibanya
di halaman kantor Pak Warjo di suruh turun terlebih dahulu dan menunggu di loby
kantor karena Furqan mau memparkirkan mobilnya. Alangkah terkejutnya Pak Warjo
melihat kantor ini. Karena di kantor inilah dia diusir oleh petugasnya. Namun,
Pak Warjo pun memberanikan masuk. Sesuai perintah Furqan. Tiba-tiba dari arah
kiri loby ada petugas menghampirinya tanpa basa-basi lagi mengusir Pak Warjo
untuk yang kedua kalinya.
“Heh
heh pergi pergi sana pergi.!!!!”
“Tapi
pak..???”
“Tidak
ada tapi-tapi…pergi sana pergi!!! Atau saya keluarkan dengan paksa!”
“Ada
apa ini ribut-ribut, kenapa kamu kasar sama Bapak ini? Apa salah dia? Apa dia
merusak kantor ini? kenapa kamu seperti tidak punya hati nurani kepadanya. Kamu
punya orang tua bukan? Tapi kenapa kamu tidak punya rasa sopan santun. Jangan
sekali-kali kamu menghina atau pun mengusir dia lagi!!! Atau kamu yang saya
pecat.! Kamu tau kenapa? Karena Bapak ini adalah orang tua saya. Kamu paham.!!
Saya tidak menyukai pribadi kamu? Sebaiknya kamu saya pecat, karena kamu
pribadi yang sombong tidak punya sopan santun kepada tamu. Pak Warjo ini tamu
dikantor saya. Kamu paham??” Furqan memarahi pegawainya
“Maafkan
saya Pak, maafkan ketidak tahuan saya
ini. saya janji tidak akan mengulangi hal memalukan seperti ini. Jangan pecat
saya Pak. Kalau saya dipecat anak dan istri saya mau makan apa?” Petugas itu
memohon dengan memelas.
“Sekarang
apa kamu paham saat kamu meminta agar tidak dipecat, kamu memohon-mohon kepada
saya. Apa itu tidak menunjukkan kalau kamu juga saya seperti Bapak ini. yang
sedang memohon dan meminta belas kasihan agar dikasihani. Tapi kenapa kamu
tidak mempunyai hati nurani kepada Pak tua yang berpakaian kumal ini.
seharusnya kamu sadar kalo kita ini sama. Yang membedakan kita akhlak.”
“Maafkan
saya Pak. Maafkan saya..!!”
“Sudah-sudah
nak Furqan tidak baik marah-marah kepada bawahan. Maafkan saja dia, kalau
nak Furqan memecat dia, bagaimana
keluarganya yang menaruh harapan kepadanya sebagai tulang punggung keluarga.
Maafkan dia nak.! Anggap saja dia khilaf. Sudah pak petugas, Bapak sudah
memaafkan kamu. Sekarang berdirilah. Cukup kau bersujud kepada Tuhan-Mu bukan
kepada saya. Sekarang berdirilah nak.?”
“Terimakasih
Pak, maafkan saya?”
“Lihat
Bapak ini! yang sudah kamu usir, kamu hina mau memaafkan kamu dan menolong kamu
biar kamu tidak dipecat. Mulai saat ini bersikaplah sopan kepada siapapun yang
datang ke kantor saya. Jadilah pribadi yang baik, karena saya menyukai pegawai
saya yang baik hati. Sekarang kembalilah bertugas.!”
“Iya
Pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.”
“Ayo
pak kita keruangan saya. Sambil Bapak istirahat, pulang nanti kita pergi ke
toko baju. Saya ingin membelikan baju buat Bapak.”
“Terimakasih
nak Furqan, tidak usah repot-repot. Bapak jadi tidak enak.?”
“Tidak
apa-apa Pak. Anggaplah ini sebagai bakti saya kepada Bapak. Karena saya sudah
menganggap Bapak seperti orang tua saya sendiri. Jadi, Bapak jangan sungkan
lagi yah sama saya.”
“Baiklah
nak kalau begitu.”
“Ya Allah…terimakasih
atas kebaikanmu. Selama ini saya hidup gelandangan dan tidak pernah dipandang
orang dengan pandangan yang baik. Setiap orang yang menghina, saya terima
dengan ikhlas. Hanya kepada-Mu lah hamba mengadukan semuanya. Disetiap
kelelahan saya tidak pernah putus asa. Demi sesuap nasi saya rela di marahi.
Demi segelas air saya rela dicaci maki, dan sekarang Engkau mendatangkan
seseorang yang berhati mulia. Menolong saya dan mau merawat saya di usia saya
yang sudah tua ini. walau saya seorang pengemis tua yang selalu dihina
dimanapun kaki saya berpijak. Tapi saya juga manusia, terimakasih Tuhan atas
semua keberkahan ini, hingga saya, Engkau beri kenikmatan yang luar biasa.
Ternyata dibalik orang yang berhati sombong, masih Engkau sisakan orang yang berhati
mulia, hati yang baik. Seperti nak Furqan. Alhamdulillah.”
*****
SRI MULYANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar