Rabu, 24 Oktober 2012

CERPEN



SAYA JUGA MANUSIA?

Terik matahari tak membuatnya harus terhenti berjalan dan menyapa  setiap orang yang dijumpainya dengan penuh keramahan. Senyum yang mengembang ungkapan keramahan penuh kelaparan. Mengarungi kehidupan yang keras memaksanya hidup dijalanan. Namun, tak membuatnya rentan putus asa atau pun mengeluh kepada Sang Pencipta. Kehidupan yang hanya dipandang sebelah mata oleh setiap manusia yang tak memiliki kesadaran. Penuh kehinaan karena harus meminta-minta di jalanan demi sesuap nasi.  Usia yang sudah sangat tua, setapak demi tapak ia ayunkan kaki dari barat ketimur dan sebaliknya. Makian juga sering di dapat karena kehadirannya sebagai manusia pengganggu. “Saya juga manusia” jerit Pak Warjo dalam hati.
Siang itu, hujan turun sangat derasnya. Membasahi bumi sebagai karunia dari Tuhan sebagai rezeki bagi manusia. Tidak banyak yang paham akan hal itu hanya sedikit yang mau mengucapkan syukur. Pak Warjo pun bergegas lari mencari tempat untuk berteduh. Ia pun berteduh di emperan kantor yang mewah, kebetulah ia melewatinya, tanpa pikir panjang Pak Warjo langsung berlari demi melindungi dirinya dari kebasahan karena hujan.
“Alhamdulillah bisa berteduh juga”Gumam Pak Warjo dalam hati
Merasa terganggu dengan kehadiran Pak Warjo yang hanya menumpang berteduh sebentar  membuat penjaga rela mengusir Pak Warjo tanpa rasa kemanusiaan.
“Eh pergi pergi sana pergi!!!”
“Maaf Pak petugas, Saya boleh ya berteduh disini sebentar, sambil menunggu hujan redah?”
“Tidak boleh, kalau Bapak ada disini akan mengganggu keindahan kantor ini! Apa Bapak tidak bisa melihat kantor ini bernuansa elite. Tempat kerjanya orang-orang yang berkelas. Kalau Bapak ada disini akan mengganggu orang-orang yang akan datang ke kantor ini. sebaiknya Bapak pergi!!!!” Petugas mengusir Pak Warjo tanpa perasaan.
Tidak ada pilihan lain, mengelak pun tak bisa. Memelas pun juga tak berguna bila sudah berhadapan dengan orang yang tak punya hati nurani.
“Baik Pak saya pergi?” Ucap Pak Warjo dengan  pelan
“Ya Allah..sebegitu hinakah saya dimata manusia yang sesama para hamba-Mu..? kenapa saya begitu dikucilkan dan dipandang sangat rendah. Saya juga manusia ya Allah..yang Engkau ciptakan dengan kedua tangan-Mu sendiri.” Doa Pak Warjo dalam hati. Ia pun berjalan ditengah turunnya hujan. Menikmati karunia Tuhan dengan tangisan karena dipandang sebelah mata oleh setiap orang yang dijumpainya. Tiba-tiba Pak Warjo melewati sebuah masjid, seketika Pak Warjo melihat ke atas langit sembari berkata “Ya Allah izinkan saya berteduh di rumah-Mu, dan jangan usir saya ya Allah seperti mereka yang telah mengusir saya!” Pak Warjo pun langsung berlari ke Masjid Al-Ikhlas kebetulan dia juga belum shalat Ashar. Pak Warjo pun shalat lalu berdoa.
Ya Allah apalah arti dari kemewahan apabila semua kekayaan itu tidak bisa di syukuri. Dan apakah arti dari kehormatan apabila tidak bisa menghormati orang lain. Dan apalah arti dari kedudukan apabila kedudukan itu tidak bisa menyantuni para fakir seperti saya? Padahal mereka semua itu sama fakirnya seperti saya, bukankah semua itu didapat dari kemurahan-Mu ya Allah? Mengapa mereka lupa dari mana asalnya? Semoga Engkau mengampuni mereka dan mengampuni saya! Amin..”
Amin,,”
Pak Warjo terkejut ketika dari arah belakang ada yang meng-aminkan doanya.
“Siapa kamu nak?” Tanya Pak Warjo
“Saya hamba Allah Pak, kebetulan sedang berteduh disini dan dari tadi saya shalat di belakang Bapak.?”
“Kok saya tidak tahu.?” Tanya Pak Warjo heran
“Mungkin Bapak khusuk menghadap Allah jadi tidak mengetahui ada saya di belakang Bapak.”
“Jadi, tadi kamu mendengar doa-doa saya.?”
“Insya Allah.” Jawab pemuda itu singkat
“Siapa namamu nak.?
“Furqan. Bapak?” Pemuda itu balik bertanya
“Saya Pak Warjo.”
“Sepertinya Bapak lagi bersedih? Maaf jika saya selalu bertanya?”
“Tidak apa-apa nak? Justru Bapak senang ada yang mau mengajak Bapak berbicara, tanpa rasa jijik dengan penampilan Bapak yang hanya seorang pengemis jalanan. Berbadan bau, kumal.?” Jawab Bapak sambil melihat tulisan Allah dilangit-langit Masjid Al-Ikhlas.
“Semua manusia itu sama Pak dimata Allah, yang membedakan hanya akhlaknya saja. Bagi saya Bapak punya kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada saya. Jadi, saya harus menghormati Bapak dan akan sangat berdosa jika saya menghina Bapak.?” Jawab pemuda itu tersenyum hangat
“Kenapa kamu mengatakan kedudukan Bapak jauh lebih tinggi nak? Sedangkan kamu jauh lebih baik daripada Bapak? Dari penampilanmu sepertinya kamu orang kaya, lalu mengapa nak Furqan bisa mengatakan kalau kedudukan saya jauh lebih tinggi daripada nak Furqan. Padahal secara nyata kedudukan nak Furqan yang lebih tinggi.?” Jawab Pak Warjo keheranan
“Itukan hanya dilihat dari mata duniawi Pak, bila dilihat dari mata Allah. Bapak jauh lebih tinggi derajatnya, bahkan lebih kaya dari saya. Bapak mau tau kenapa?
“kenapa nak?”
“Karena Bapak kaya hati. Itu yang membuat saya berani mengatakan kalau Bapak jauh lebih baik daripada saya. Bapak sudah makan?”
“Belum nak. Hari ini Bapak belum dapat uang?” Jawab Pak Warjo memelas
“Ya sudah, ayo makan sama saya?”
“Apa kamu tidak malu nak mengajak Bapak makan bareng sama kamu, lihat penampilanmu nak. Kamu memakai jas, baju rapi, orang kantoran, mobil mewah. Sedangkan Bapak berbadan bau?”
“Itu semua kan titipan Allah Pak bukan punya saya. Jadi, buat apa saya sombong dengan kekayaan itu. Ada baiknya saya berbagi atas rezeki yang saya miliki. Sebagai ungkapan syukur kita terhadap karunia yang diberikan. Ayo pak masuk ke mobil saya?” Ajak pemuda itu dengan sangat ramah
“Rendah hati sekali pemuda ini ya Allah, berkahilah dia.” Doa Pak Warjo dalam hati
15 menit kemudian Pak Warjo dan Furqan sampai ketempat tujuan, restaurant yang sangat mewah dan berkelas. Pak Warjo pun terdiam.
“Ayo Pak turun, kita makan?”
“Nak apa ini tidak terlalu berlebihan, ini makanan tempat orang kaya nanti Bapak di usir nak.?”
“Tidak ada yang bisa mengusir Bapak selagi masih ada saya. Jadi, Bapak tenang saja?”
“Baiklah nak, terimakasih atas kebaikan nak Furqan.”
“Iya Pak sama-sama”
Lalu mereka turun dan memasuki rumah makan yang membuat Pak Furqan tidak bisa mengedipkan matanya. Karena baru pertama kali dalam seumur hidup dia masuk dan bisa makan ditempat mewah dan berkelas. Mereka pun langsung memesan makanan, semua makanan tersedia dimeja Pak Warjo dan Furqan. Furqan pun langsung menawari Pak Warjo untuk segera dimakan. Lagi-lagi Pak Warjo terdiam termangu dengan semua yang ada didepannya seakan mimpi saja baginya. Akhirnya Pak Warjo pun makan setelah dilayani oleh Furqan sendiri. Usai makan Pak Warjo di ajak ke kantor Furqan.
“Ayo Pak ikut saya.!”
“Kemana nak?” Tanya Pak Warjo bingung
“Ke kantor saya Pak. Sekalian Bapak istirahat disana saja. Nanti Bapak ikut saya pulang kerumah, Bapak jangan lagi hidup dijalanan. Bapak tinggal saja bersama saya. Kebetulan saya sendirian dirumah dan hanya ada pembantu.”
“Loh memang nak Furqan tidak punya orang tua lagi yah.?”
“Orang tua saya sudah meninggal Pak, 3 tahun yang lalu. Meninggal kecelakaan pesawat saat mau pulang ke Jakarta. Sekaran saya sendirian. Meneruskan usaha orang tua saya. Bapak tidak keberatan kan tinggal sama saya. Anggap saja saya anak Bapak sendiri begitu pun sebaliknya.”
Pak warjo pun tidak bisa bilang apa-apa dia hanya mengangguk dan bergumam dalam hati “Alangkah mulianya hati pemuda ini”. Mereka pun pergi ke kantor. Setibanya di halaman kantor Pak Warjo di suruh turun terlebih dahulu dan menunggu di loby kantor karena Furqan mau memparkirkan mobilnya. Alangkah terkejutnya Pak Warjo melihat kantor ini. Karena di kantor inilah dia diusir oleh petugasnya. Namun, Pak Warjo pun memberanikan masuk. Sesuai perintah Furqan. Tiba-tiba dari arah kiri loby ada petugas menghampirinya tanpa basa-basi lagi mengusir Pak Warjo untuk yang kedua kalinya.
“Heh heh pergi pergi sana pergi.!!!!”
“Tapi pak..???”
“Tidak ada tapi-tapi…pergi sana pergi!!! Atau saya keluarkan dengan paksa!”
“Ada apa ini ribut-ribut, kenapa kamu kasar sama Bapak ini? Apa salah dia? Apa dia merusak kantor ini? kenapa kamu seperti tidak punya hati nurani kepadanya. Kamu punya orang tua bukan? Tapi kenapa kamu tidak punya rasa sopan santun. Jangan sekali-kali kamu menghina atau pun mengusir dia lagi!!! Atau kamu yang saya pecat.! Kamu tau kenapa? Karena Bapak ini adalah orang tua saya. Kamu paham.!! Saya tidak menyukai pribadi kamu? Sebaiknya kamu saya pecat, karena kamu pribadi yang sombong tidak punya sopan santun kepada tamu. Pak Warjo ini tamu dikantor saya. Kamu paham??” Furqan memarahi pegawainya
“Maafkan saya  Pak, maafkan ketidak tahuan saya ini. saya janji tidak akan mengulangi hal memalukan seperti ini. Jangan pecat saya Pak. Kalau saya dipecat anak dan istri saya mau makan apa?” Petugas itu memohon dengan memelas.
“Sekarang apa kamu paham saat kamu meminta agar tidak dipecat, kamu memohon-mohon kepada saya. Apa itu tidak menunjukkan kalau kamu juga saya seperti Bapak ini. yang sedang memohon dan meminta belas kasihan agar dikasihani. Tapi kenapa kamu tidak mempunyai hati nurani kepada Pak tua yang berpakaian kumal ini. seharusnya kamu sadar kalo kita ini sama. Yang membedakan kita akhlak.”
“Maafkan saya Pak. Maafkan saya..!!”
“Sudah-sudah nak Furqan tidak baik marah-marah kepada bawahan. Maafkan saja dia, kalau nak  Furqan memecat dia, bagaimana keluarganya yang menaruh harapan kepadanya sebagai tulang punggung keluarga. Maafkan dia nak.! Anggap saja dia khilaf. Sudah pak petugas, Bapak sudah memaafkan kamu. Sekarang berdirilah. Cukup kau bersujud kepada Tuhan-Mu bukan kepada saya. Sekarang berdirilah nak.?”
“Terimakasih Pak, maafkan saya?”
“Lihat Bapak ini! yang sudah kamu usir, kamu hina mau memaafkan kamu dan menolong kamu biar kamu tidak dipecat. Mulai saat ini bersikaplah sopan kepada siapapun yang datang ke kantor saya. Jadilah pribadi yang baik, karena saya menyukai pegawai saya yang baik hati. Sekarang kembalilah bertugas.!”
“Iya Pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.”
“Ayo pak kita keruangan saya. Sambil Bapak istirahat, pulang nanti kita pergi ke toko baju. Saya ingin membelikan baju buat Bapak.”
“Terimakasih nak Furqan, tidak usah repot-repot. Bapak jadi tidak enak.?”
“Tidak apa-apa Pak. Anggaplah ini sebagai bakti saya kepada Bapak. Karena saya sudah menganggap Bapak seperti orang tua saya sendiri. Jadi, Bapak jangan sungkan lagi yah sama saya.”
“Baiklah nak kalau begitu.”
“Ya Allah…terimakasih atas kebaikanmu. Selama ini saya hidup gelandangan dan tidak pernah dipandang orang dengan pandangan yang baik. Setiap orang yang menghina, saya terima dengan ikhlas. Hanya kepada-Mu lah hamba mengadukan semuanya. Disetiap kelelahan saya tidak pernah putus asa. Demi sesuap nasi saya rela di marahi. Demi segelas air saya rela dicaci maki, dan sekarang Engkau mendatangkan seseorang yang berhati mulia. Menolong saya dan mau merawat saya di usia saya yang sudah tua ini. walau saya seorang pengemis tua yang selalu dihina dimanapun kaki saya berpijak. Tapi saya juga manusia, terimakasih Tuhan atas semua keberkahan ini, hingga saya, Engkau beri kenikmatan yang luar biasa. Ternyata dibalik orang yang berhati sombong, masih Engkau sisakan orang yang berhati mulia, hati yang baik. Seperti nak Furqan. Alhamdulillah.”

*****
                                                SRI MULYANI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar